24 Oktober 2008

Tak Mampu Untuk Dimengerti

Hidup ini rasanya semakin cepat berlari. Rasa-rasanya aku tak mampu lagi untuk mengejarnya. Beruntunglah waktu terkadang  mau menoleh ke belakang. Sekedar untuk memastikan bahwa aku masih sudi untuk mengejarnya.

            Aku semakin tak sabar dan gelisah. Tak sabar karena aku ingin secepatnya keluar dari kehidupan yang selama ini mengungkung diriku dan pemikiranku. Tetapi juga gelisah karena aku semakin khawatir apakah aku akan mampu untuk bertahan melawan ganasnya ombak hidup yang setiap saat menunggu kesempatan untuk menggulungku tanpa ampun.

            Hidupku memang selalu membingungkan seperti halnya hidupku yang juga membingungkan bagi sebagian orang. Aku jadi teringat dengan kata-kata Ingrid dalam sebuah message di friendster. Aku terlalu membingungkan untuk dikenal, apalagi untuk dicintai. Mungkin dia benar, tapi tak tertutup kemungkinan bahwa pendapatnya itu keliru.

            Aku akan membingungkan bagi orang yang mungkin sampai saat ini belum mempunyai mimpi dalam hidupnya. Oarng-orang yang masih salah dalam mengartikan peribahasa “hiduplah seperti air yang mengalir”. Orang yang masih mengartikan bahwa hidup seperti air yang mengalir adalah hidup  yang membiarkan dirinya dipermainkan oleh nasib. Tentu saja dia tidak akan pernah mengerti aku. Seperti ungkapan seorang tokoh politik yang aku lupa namanya, orang awam tak akan mengerti jalan pikiran orang yang melihat ke depan.

            Akankah dia akan mengerti hal ini suatu hari nanti? Entahlah. Aku tak mampu memastikan. Nanti akan kucoba menanyakannya pada waktu.

18 Oktober 2008

Emas Tetaplah Emas

Siang tadi menyisakan sebuah pelajaran yang cukup berarti bagiku. Setidaknya pembicaraan siang tadi telah membuat aku semakin bijak dan yakin dalam menjalani hidup ini.

            Tadi siang ketika hendak berjalan ke perustakaan bersama dengan reni dan teman-teman yang lain, kami bertemu dengan bekas mahasiswa jurusan kami yang kemudian pindah jurusan ke Manajemen Fakultas Ekonomi USU. Kami lantas membicarakan hal tersebut, tentu saja dengan membawakan sudut pandang masing-masing.

            Menurutku apa yang telah dilakukan oleh kawan kami yang pindah jurusan tersebut tidaklah buruk. Setidaknya dia telah memilih agar langsung memilih program Strata 1 (S1), tidak melalui program Diploma III seperti kami. Menurutku, hal ini tentu akan memudahkannya untuk mencari dan memperoleh pekerjaan.

            Tapi sepertinya reni punya pandangan lain. Dia mengatakan bahwa jurusan tidak menjamin seseorang akan berhasil kelak di kemudian hari. Dia kemudian mengambil perumpamaan emas. ”emas itu, walaupun dicampakkan kemanapun, emas akan tetap menjadi emas. Dia akan selalu berkilau terkena sinar mentari walaupun orang lain mencoba menutupinya. Walaupun jurusan yang kita tekuni mungkin bukanlah jurusan ataupun konsentrasi ilmu yang populer, asalkan kita memang benar-benar ahli dalam bidang tersebut, orang-orang akan terus mencari dan membutuhkan kita.” Katanya panjang lebar menjelaskan pandangannya.

            Wah, segar sekali pandangannya. Benar-benar segar dan optimis seperti bunga yang bermekaran di musim semi. Tak ada pandangan pesimis yang mencoba menjatuhkan. Bagiku itu adalah sesuatu yang baru. Emas akan tetap menjadi emas walaupun dia dilempar kedalam kubangan lumpur. Dia akan tetap menjadi logam mulia yang akan terus berkilau terkena sinar matahari. Tak akan ada yang akan mampu untuk menghalau sinarnya.

            Dia mungkin benar. Perjuangan kami sekarang adalah terus berupaya menjadi emas. Berupaya untuk terus berkilau di tengah dunia. Memberikan pencerahan, sehingga semua orang akan merasa membutuhkannya. Benar-benar membutuhkannya. Setidaknya kali ini reni benar dengan sudut pandangnya. Ya, setidaknya dia benar bagiku, bagi pemahamanku.

20 September 2008

Wi-Fi Yang Menjengkelkan

Hari ini menjadi hari yang menyebalkan bagiku. Bagaimana tidak, rencana kegiatan yang telah kusiapkan tadi pagi tidak dapat kujalankan dengan baik. Salah satu penyebabnya adalah koneksi Wi-fi di perpustakaan kampus yang amat menjengkelkan. Sudah hampir 1 jam aku menunggu, tapi tetap tidak bisa tersambung. Begitu menyebalkan. Padahal tadi pagi aku telah menyiapkan rencana untuk mengupload tulisanku ke blog dan membuka email yang telah menumpuk banyak tanpa aku sempat membacanya.

            Hal ini membuat aku kembali berpikir bahwa ada benarnya juga kalau kita membuat rencana cadangan. Seperti yang pernah kubaca, ada baiknya kalau kita membuat rencana kgiatan dan prioritas kita lebih dari satu, misalnya rencana A, rencana B, rencana C, dan seterusnya. Jadi,  bila rencana A tidak dapat kita jalankan, kita dapat langsung menukarnya dengan rencana B. Begitu seterusnya, jadi dapat disimpulkan tidak ada waktu kita yang akan terbuang sia-sia.

            

17 September 2008

Perubahan Yang Menguntungkan

Hari ini semuanya berjalan seperti biasa. Setidaknya apa yang kurencanakan pagi tadi dapat kujalankan dengan semestinya. Pagi tadi cath telepon ke aku, mau nanyakan tentang resize photo di photoshop. Aku ajarkan tapi tetap saja dia tidak mengerti. Dia tanya apakah aku bawa charger laptop atau tidak. Aku bilang tidak karena aku memang tidak bawa laptop. Mungkin itu sebabnya ketika kami berpapasan tadi siang, dia tidak menanyakan hal tersebut. Aku pun malas menanyakan hal itu kembali. Apalagi dia bersama novi, makhluk menyebalkan dan sok manja itu.

            Lalu ada noverto yang menanyakan tentang rencana rapat natal. Karena ada janji dengan bang faisal, aku minta agar kami membicarakan hal tersebut setelah mata kuliah usai. Ternyata mereka lebih cepat pulang dan rencana itu batal. Sesampai di rumah, aku konfirmasi kembali kepadanya. Dia mengatakan bahwa dia telah mensosialisasikan hal tersebut kepada stambuk 07 dan malah dia menambahkan bahwa dia telah selesai membuat draf pengumuman rapat. Aku kemudian berpikir, kenapa dia begitu cepat melakukan semuanya. Mungkin dia juga kepingin aktif karena memang selama ini dia merasa bahwa aku yang mendominasi kegiatan-kegiatan yang kami laksanakan. Terkadang kita juga harus memaklumi bahwa setiap orang ingin mendapat pengakuan dari orang-orang sekelilingnya. Dan aku hanya menganggap bahwa ia sedang berupaya melakukan hal tersebut.

            Tapi satu hal yang amat menggembirakan bagiku adalah bahwa saat ini aku telah labih leluasa dalam memanfaatkan mading jurusan kami. Setidaknya hal ini akan membawa dampak yang positif bagi jurusan kami karena dengan semakin banyaknya materi yang ada di mading tersebut, hal ini semakin mengukuhkan betapa dinamisnya pergerakan dan aktivitas jurusan kami. IMPROSAJA semakin menyenangkan sekarang. Setidaknya tidak ada lagi orang-orang yang hanya bermulut besar tapi perbuatannya nol.

16 September 2008

Berlari Bersama Waktu

Hari-hari tampaknya semakin kencang berlari dan celakanya, mereka semakin cepat mengejar lariku yang mulai mengendur akhir-akhir ini. Aku semakin dikejar waktu. Tugas-tugas yang menumpuk dan banyaknya pekerjaan yang masih harus kuselesaikan, membuat aku terkadang ragu, apakah aku dapat menjalani semua ini dengan konsisiten?.
Sungguhpun begitu, itu semua tak membuat semangatku surut. Aku tahu bahwa tak ada kesuksesan yang dapat diperoleh dengan instan. Aku teringat dengan ucapan seorang filsuf Yunani yang aku lupa namanya. “akar pendidikan memang pahit, namun buahnya manis rasanya”.
Satu hal yang amat kurasakan adalah keringnya jiwa saat ini. Banyaknya masalah dalam keluarga dan ketidakcocokanku pada situasi gereja mambuatku telah lama tak memperoleh siraman rohani. Aku tahu bahwa jauh di dasar jiwaku, hatiku menginginkan sebuah hubungan yang intim dan indah dengan Tuhan. Mengingat itu semua, aku ingin kembali ke masa SMA, dimana pergumulan dengan Tuhan begitu indah terasa, begitu indahnya sampai aku dapat menyelesaikan SMA dengan begitu banyaknya anugerah yag terjadi.
Hidup terkadang membuat kita harus memilih. Aku berpikir bahwa daripada aku harus menahan kekesalan setiap datang ke gereja, aku memilih untuk mengundurkan diri. Buat apa datang kalau cuma mendatangkan kesal dan amarah. Gereja adalah tempat untuk bersekutu dan beribadah dimana kita mengharapkan ada sukacita di setiap ibadah yang kita lakukan dan itu tidak aku dapatkan ketika aku datang ke sana.
Dalam kesendirian aku terus berpikir mengenai hal tersebut. Aku telah berencana untuk mencari gereja yang lebih cocok untukku. Tapi tampaknya hal itu harus kupendam dahulu, karena aku masih tinggal di rumah ini. Semoga aku dapat cepat melepaskan diri dari orangtuaku dan mulai hidup yang mandiri sehingga aku dapat menata hidupku lebih baik lagi.

15 September 2008

Menapaki Hari

Ini adalah hari pertama aku kembali menulis kembali setelah sekian lamanya aku vakum dari kegiatan yang dulunya amat sering kulakukan.

Dan aku kembali mencoba merunut kembali semua yang telah terjadi atas hidupku ini. Semuanya mulai berubah ketika aku memutuskan untuk bergabung dengan USD. Terpilih untuk pergi ke Padang, berlanjut ke Semarang dan berkesempatan mengunjungi kota-kota besar lainnya, semuanya itu telah memberikan perubahan yang amat besar bagi perjalanan hidupku ini. Aku menjadi kembali berpikir, mengapa manusia begitu lemah dan rahasia Tuhan tidak pernah bisa kita perkirakan. Semuanya hanya berawal dari niat ingin mencari alternative kesibukan setelah sempat terpuruk karena tidak lulus dalam sesi magang di Suara USU tanpa tahu alasan yang pasti. Dan semuanya berjalan begitu cepat, begitu cepat sampai-sampai aku tak tahu dengan pasti apakah memang itu semuanya merupakan sebuah kebetulan atau anugerah, atau hanya sebuah kesalahan terbesar yang pernah terjadi. Aku tak tahu dengan pasti. He he he he . .. . . .

Dan semuanya itu berlanjut sampai hari ini. Seperti angin yang bernyanyi diantara ranting dan daun yang tehempas, aku menjalankan hidupku. Kini aku setidaknya telah mampu mengatur mimpi-mimpi yang ingin kuraih. Aku ingin hidup lebih lama. Aku ingin punya lebih waktu untuk menikmati masa mahasiswa ini dengan aneka rasa dan kecupan waktu. Aku ingin lebih lagi, menikmati tetesan peluhku yang jatuh diantara mimpi-mimpi tulisanku. Aku ingin lebih lagi, merasakan perihnya hembusan angin yang menusuk tulangku, yang berhembus dalam dinginnya malam ketika aku masih berkutat dengan laptopku. Bersama laptop dan komputer tua yang selalu menebarkan kekhawatian atas virus komputer yang selalu berhasrat merusak file-file kerja kerasku.

Dan kita tak akan pernah tahu apa yang akan pernah terjadi besok, lusa, dan di masa yang akan datang. Tapi setidaknya, aku tahu bahwa aku pernah mempunyai mimpi dan aku pernah mempunyai keberanian untuk mewujudkannya.