16 September 2008

Berlari Bersama Waktu

Hari-hari tampaknya semakin kencang berlari dan celakanya, mereka semakin cepat mengejar lariku yang mulai mengendur akhir-akhir ini. Aku semakin dikejar waktu. Tugas-tugas yang menumpuk dan banyaknya pekerjaan yang masih harus kuselesaikan, membuat aku terkadang ragu, apakah aku dapat menjalani semua ini dengan konsisiten?.
Sungguhpun begitu, itu semua tak membuat semangatku surut. Aku tahu bahwa tak ada kesuksesan yang dapat diperoleh dengan instan. Aku teringat dengan ucapan seorang filsuf Yunani yang aku lupa namanya. “akar pendidikan memang pahit, namun buahnya manis rasanya”.
Satu hal yang amat kurasakan adalah keringnya jiwa saat ini. Banyaknya masalah dalam keluarga dan ketidakcocokanku pada situasi gereja mambuatku telah lama tak memperoleh siraman rohani. Aku tahu bahwa jauh di dasar jiwaku, hatiku menginginkan sebuah hubungan yang intim dan indah dengan Tuhan. Mengingat itu semua, aku ingin kembali ke masa SMA, dimana pergumulan dengan Tuhan begitu indah terasa, begitu indahnya sampai aku dapat menyelesaikan SMA dengan begitu banyaknya anugerah yag terjadi.
Hidup terkadang membuat kita harus memilih. Aku berpikir bahwa daripada aku harus menahan kekesalan setiap datang ke gereja, aku memilih untuk mengundurkan diri. Buat apa datang kalau cuma mendatangkan kesal dan amarah. Gereja adalah tempat untuk bersekutu dan beribadah dimana kita mengharapkan ada sukacita di setiap ibadah yang kita lakukan dan itu tidak aku dapatkan ketika aku datang ke sana.
Dalam kesendirian aku terus berpikir mengenai hal tersebut. Aku telah berencana untuk mencari gereja yang lebih cocok untukku. Tapi tampaknya hal itu harus kupendam dahulu, karena aku masih tinggal di rumah ini. Semoga aku dapat cepat melepaskan diri dari orangtuaku dan mulai hidup yang mandiri sehingga aku dapat menata hidupku lebih baik lagi.